Renungan Harian APP KAJ 2017 - Minta Dikasihani, Tapi Menolak Mengasihani
Terakhir diperbaharui: 21 March 2017
Selasa, 21 Maret 2017
Hari biasa Pekan III Prapaskah
Dan. 3:25,34-43; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc, 8-9;
Mat. 18:21-35
“Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” (Mat. 18:23)
Ketika kita membaca tentang sikap hamba yang menolak mengasihani orang yang berhutang seratus dinar kepadanya, bahkan mengirimnya ke penjara, hati kita merasa sedih, prihatin, kecewa dan marah. Bagaimana tidak? Orang yang tega dan kejam terhadap saudaranya itu baru saja mendapatkan pengampunan dan pembebasan dari hutangnya yang berlipat kali lebih besar, yaitu seribu talenta. Dia tidak mampu membayar dan mohon belas kasihan raja agar tidak menghukumnya dan minta diberi kelonggaran waktu untuk membayarnya. Raja yang murah hati itu bahkan membebaskan dia dari semua hutang dan hukumannya. Hamba itu telah menerima kebaikan dan kemurahan hati yang luar biasa dari raja.
Kita bayangkan dia sungguh bersyukur; senang terbebas dari beban penderitaan dan ketidak-berdayaannya. Kita membatin dia akan menjadi orang yang berbela rasa kepada mereka yang sedang mengalami kesulitan hidup serupa dan akan bersikap sama: murah hati dan berbelas kasih, seperti sikap raja terhadapnya.
Ternyata tidak demikian kejadiannya. Dia seolah lupa akan pengalaman hidupnya sendiri. Keteladanan sang raja akan kemurahan hati dan belas kasihan menguap tanpa bekas. Dia gagal paham, gagal belajar dan gagal bertumbuh dalam kasih persaudaraan. Kok bisa? Rupanya, egoisme yang kuat dan kebodohanlah yang menghambat dia. Dia merasa lebih baik, lebih benar dan lebih pantas dari pada orang lain. Dia pikir siapakah manusia itu di mata Allah, Sang Pencipta, dan di mata manusia? Lupakah dia akan jatidirinya sebagai manusia? Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, berharkat dan bermartabat luhur; dan karena itu beradab!
Sebagai makhluk yang beradab, manusia tidak hanya punya naluri, tetapi punya nurani dan menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan dan moral yang baik. Bertindak kasar, kejam dan tega/telengas bukanlah ciri manusia yang beradab. Manusia punya hati yang mampu berbela-rasa dan mengasihi. Manusia punya kemampuan untuk memahami dan memaafkan kekurangan dan ketidakberdayaan sesamanya, terutama mereka yang memohon maaf dan pertolongan. Manusia perlu paham bahwa Allah menciptakan mereka secara unik, yang satu berbeda dengan yang lain. Tapi karena bersaudara satu sama lain, maka manusia perlu saling menerima perbedaan dan saling menghormati. Allah telah berbelas-kasih kepada manusia, maka manusia pun perlu berbelas-kasih kepada sesama manusia.
Pertanyaan reflektif:
Setiap kali berdoa Bapa Kami, sadarkah aku bahwa Allah hanya berkenan mengampuni dosaku, jika aku mau mengampuni kesalahan dan kekuranganan sesama kepadaku? Sadarkah aku bahwa sakit hati dan dendamku kepada orang lain akan memenjarakan aku di dalam dosa dan penderitaan batinku?
Marilah berdoa:
Allah Bapa yang Maharahim, aku begitu malu akan sikapku yang sering menghakimi dan sulit memaafkan kesalahan orang lain kepadaku. Aku mohon rahmat-Mu agar aku mampu berdamai dengan diriku sendiri dan dengan sesamaku. Apakah jadinya aku ini tanpa belaskasih dan pengampunan dari-Mu? Aku bersyukur atas kemurahan hati-Mu, terutama atas penebusan dosa dan keselamatan jiwa oleh Tuhan Yesus, Juru Selamat dan Penebus umat manusia. Amin.
(Shienta D. Aswin)
Anda merasa konten halaman ini menarik & bermanfaat juga bagi orang lain?
Yuk, bantu sebarkan kabar baik! Like & Share halaman ini dengan KLIK tombol di bawah ini: