Bagi yang sering ikut acara-acara di aula, mungkin mengenal sosok ibu bertubuh kecil dengan rambut dicepol, yang terlihat selalu ikut membantu di salah satu pondok makanan. Ibu yang ramah, santun dan selalu tersenyum ini lebih sering kita temui di pastoran, dialah Ibu Siti Rukayah, asisten rumah tangga pastoran sejak lebih dari 7 tahun yang lalu.
Ibu kelahiran Blitar 52 tahun yang lalu tetapi besar di Lampung sebagai transmigran sejak berkerja di paroki merasa kehidupannya berubah begitu drastis dan dia terus mengucap syukur tiada henti atas berkat dari Tuhan.
Kehidupannya di kampung sangat tidak menentu, hasil panen sering gagal dan tidak mendapat hasil, sehingga untuk makanpun sangat sulit. Dengan berbekal keyakinan bahwa Tuhan akan menolong mereka, bu Siti dengan suami bertekad pada tahun 2009 pindah ke Jakarta mengadu nasib hanya berbekal baju 1 ransel berdua dan uang sedikit. Selama 1 bulan menumpang di rumah saudara di Sunter, akhirnya melalui ibu Mariani ia ditawarkan berkerja di pastoran, saat itu mereka hanya mempunyai sisa uang 20 ribu saja.
Bagi bu Siti yang tidak pernah tinggal di kota besar, rumahnya pun hanya dari bambu dan berlantai tanah, tentulah bingung bagaimana seharusnya berkerja di pastoran, tetapi berbekal mental siap belajar dan siap ditegur kemudian semua pekerjaan mampu dikerjakan dengan sebaik mungkin. Ibu Jeanny Ko, koordinator Rumah Tangga Paroki banyak berjasa mengajari bu Siti dan Pastor Onny adalah orang pertama yang mengajari ia masak.
Saat baru mulai berkerja dan pertama kali menerima sumbangan sembako dari SPSE, bu Siti tidak mampu membendung rasa sukacita dan menanggis. Selama berkerja ia merasa tidak pernah disakiti, dibedakan, menikmati pekerjaannya, merasa dirangkul oleh begitu banyak umat dan pastor, apalagi rekan-rekan kerjapun begitu baik, tidak perhitungan dan saling mengerti sehingga bu Siti berkeinginan selama dipercayai oleh paroki dan Tuhan, beliau ingin terus berkerja di paroki.
Saat ini setiap pergi dan pulang kerja ibu beranak tiga dan bercucu 2 diantar jemput dengan sepeda motor oleh sang suami yang berkerja di bangunan. Teringat awal berkerja ia harus berjalan kaki pagi sebelum jam 6 dari rumah, sekitar jam 1 atau 2 siang ia pulang ke rumah dan kembali ke pastoran jam 4 sore untuk mempersiapkan makan malam pastor, tentu sangat melelahkan. Kemudian dari hasil kerja suami dibelilah sepeda bekas, suatu saat sepeda sudah rusak berat, bu Siti kembali bersyukur bu Jeanny Ko memberikan sepeda merah yang masih dipakai untuk pulang pergi saat siang.
Pikiran senang, tenang, merasa sangat diberkati dan sangat bersyukur selalu dirasakan oleh ibu Siti.. Semoga beliau terus merasa betah berkarya di paroki kita dan sungguh kesederhanaan beliau dalam mensyukuri rahmat dari Tuhan dapat memberi contoh bagi kita!
Teks & Foto: Sovia Tjua