Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, Kaum muda, remaja dan anak- anak yang terkasih dalam Kristus
1. Bersama dengan seluruh Gereja, pada hari Rabu 1 Maret 2017 yang akan datang, kita akan memasuki masa Prapaskah. Kita semua tahu bahwa Prapaskah adalah masa penuh rahmat. Selama masa Prapaskah ini kita diajak untuk bersama - sama merenungkan kembali panggilan dan perutusan kita sebagai murid Kristus. Dengan demikian kita berharap berdasarkan kesadaran yang semakin mendalam akan panggilan dan perutusan kita, kita tidak pernah berhenti mengusahakan pembaharuan hidup agar hidup kita semakin sesuai dengan panggilan dan perutusan kita. Mengenai panggilan kita semua, Gereja mengajarkan “bahwa semua orang kristiani, bagaimana pun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup kristiani dan kesempurnaan cinta kasih” (LG 41.2). Mengenai perutusan Gereja, dinyatakan bahwa “hanyalah satu maksudnya, yakni dengan bimbingan Roh Penghibur,
melangsungkan karya Kristus sendiri ...” (GS 3.2). Selanjutnya dikatakan, agar dapat menjalankan perutusan itu “... Gereja selalu wajib menyelidiki tanda - tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil” (GS 4.1). Supaya tidak luntur, panggilan dan perutusan itu perlu diteguhkan. Itulah yang dilakukan oleh Paus Fransiskus dalam Seruan Apostoliknya yang berjudul “Sukacita Injil”. Di dalamnya Paus Fransiskus menyatakan, “Dalam Seruan Apostolik ini, saya ingin meneguhkan umat beriman Kristiani agar ambil bagian dalam tahap baru pewartaan yang ditandai dengan sukacita (Injil), sambil menunjukkan jalan - jalan baru bagi perjalanan Gereja di tahun - tahun mendatang” (EG 1)
2. Panggilan dan perutusan kita sebagai murid-murid Kristus, tidak pernah bisa dilepaskan dari kenyataan atau konteks hidup kita. Itulah sebabnya Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (Ardas KAJ) 2016 - 2020 mengajak kita untuk mengamalkan Pancasila. Dari satu pihak sebagai warga negara, kita bersyukur karena mempunyai Pancasila sebagai ungkapan kesadaran dan cita - cita moral bangsa. Dari lain pihak kita merasa prihatin, karena cita - cita moral yang mulia dan luhur itu rasanya semakin luntur. Berbagai “tanda - tanda zaman” membuktikannya: fundamentalisme agama dan intoleransi semakin nyata; kemanusiaan dicederai antara lain oleh maraknya kekerasan dan perdagangan manusia; persatuan kita sebagai bangsa dilemahkan oleh berbagai isu SARA; mufakat untuk kebaikan bersama tidak jarang dikesampingkan demi kepentingan kelompok atau golongan; segala macam usaha untuk mewujudkan keadilan sosial seringkali terhambat oleh keserakahan yang didukung oleh kekuatan - kekuatan tersembunyi. Dengan latar belakang itulah kita, umat Katolik di KAJ sejak awal tahun 2016, ingin mewujudkan panggilan dan perutusan kita, dengan semboyan “Amalkan Pancasila”. Pada tahun 2016, bersamaan dengan Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman
Allah, kita memusatkan perhatian kita pada sila pertama, dengan semboyan “Kerahiman Allah memerdekakan”. Pada tahun 2017 ini perhatian kita pusatkan pada sila kedua dengan semboyan “Amalkan Pancasila: Makin Adil, Makin Beradab”.
3. Sabda Yesus yang kita dengarkan pada hari ini dapat membantu kita untuk memahami salah satu arti “makin adil, makin beradab” dalam terang iman Kristiani. Yesus bersabda, “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan ... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Mat 6:24). Ada sekurang - kurangnya dua hal yang perlu kita perhatikan :
3.1. Yang pertama adalah arti mengabdi. Seorang abdi sepenuhnya adalah milik tuannya, sedikit pun tidak mempunyai kebebasan untuk dirinya sendiri, mutlak tergantung pada tuannya. Hubungan abdi dan tuan dipakai oleh Yesus untuk menggambarkan hubungan kita dengan Allah. Sebagai abdi Allah kita tidak pernah boleh berkata “Apa yang ingin saya
lakukan?”. Dalam hati kita mesti selalu bertanya, “Apa yang dikehendaki Allah untuk saya lakukan”. Setiap usaha untuk menjadi abdi Allah seperti itu adalah jalan untuk sampai kepada kepenuhan hidup kristiani dan kesempurnaan cinta kasih sekaligus menjalankan perutusan kita.
3.2. Yang kedua adalah arti Mamon. Dalam bacaan Injil hari ini kata Mamon ditulis dengan uruf besar (huruf kapital). Seharusnya mamon ditulis dengan huruf kecil, karena kata itu sekedar berarti harta milik. Seperti biasa kita lakukan harta milik itu dapat kita percayakan kepada orang lain atau lembaga supaya aman. Tetapi dalam perjalanan waktu, arti itu berubah: mamon (huruf kecil) bukan lagi harta milik yang dapat dipercayakan kepada orang atau lembaga lain, melain menjadi Mamon (huruf besar), tempat orang menaruh kepercayaannya. Dengan demikian tempat Allah yang mesti diabdi tanpa syarat, digantikan oleh Mamon yang menjadikan manusia budak dari harta milik. Dengan cara itu, jati diri manusia sebagai abdi Allah berubah menjadi budak harta milik. Ketika manusia menjadi budak harta milik, dengan sendirinya kemanusiaannya direndahkan. Dan ketika kemanusiaan direndahkan seperti itu, keadilan dan keadaban tidak akan hidup, apalagi bertumbuh.
4. Dengan demikian sabda Yesus mengajarkan kepada kita, bahwa harta milik dapat erat berhubungan dengan kemanusiaan, keadilan dan keadaban. Harta milik, atau lebih tepatnya sikap terhadap harta milik, dapat memuliakan martabat manusia, menegakkan keadilan dan memajukan keadaban kalau prinsip - prinsip ini dipegang :
4.1. Pertama, segala sesuatu adalah milik Allah. Ia berfirman, “... punya-Kulah dunia dansegala isinya” (Mzm 50:12). Seharusnya tidak ada orang yang dapat mengatakan bahwa apapun yang ada padanya adalah miliknya. Sebaliknya ia harus mengatakan, “semua yang ada padaku adalah milik Allah, yang dianugerahkan kepadaku sehingga mesti saya gunakan sesuai dengan kehendak-Nya”.
4.2. Kedua, manusia mesti ditempatkan di atas harta milik. Ketika seseorang menempatkan harta di atas segala - galanya, orang lain akan diperlakukannya sebagai mesin atau alat produksi bahkan sebagai barang. Kalau demikian kemanusiaan direndahkan, keadilan tidak diperhatikan, keadaban akan rusak.
4.3. Ketiga, harta milik bukanlah tujuan hidup, melainkan sarana untuk memuliakan kemanusiaan, memajukan keadilan sosial dan menumbuhkan keadaban. Prinsip inilah yang terus-menerus diulang - ulang dengan berbagai cara dalam Ajaran Sosial Gereja (Bdk Centessimus Annus, no 30 - 43).
5. Dalam usaha mengamalkan Pancasila dan mewujudkan kemanusiaan yang semakin adil dan semakin beradab, Dewan Karya Pastoral KAJ telah mengeluarkan berbagai bahan yang amat bagus untuk dipelajari, direnungkan, didoakan, dinyanyikan dan dilaksanakan. Semuanya diharapkan mengarah pada “GERAKAN SUKA MENOLONG”. Ada berbagai contoh yang ditawarkan yang dapat langsung dijalankan. Kreativitas juga sangat mungkin dihasilkan dengan menjawab pertanyaan “Apa yang dapat kitalakukan agar lingkungan sekitar: keluarga,Gereja dan masyarakat serta media sosial kita semakin adil dan beradab”.
6. Pada akhir Surat Gembala ini, saya ingin mengajak seluruh umat KAJ untuk mengingat bahwa pada tanggal 8 Mei 2017 ini kita akan menyambut 210 tahun Gereja Katolik di Jakarta. Para perintis dan pendahulu kita – para uskup, imam, biarawan - biarawati, awam - telah menulis sejarah, artinya meletakkan dasar dan mengembangkan Keuskupan kita tercinta ini menjadi seperti sekarang ini. Sekarang kitalah yang mesti mengemban tanggung jawab sejarah itu.
Terima kasih kepada para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater/Imam/Kaum muda/Remaja dan Anak - anak sekalian yang dengan gembira dan tulus telah, sedang dan akan terus ikut mengemban tanggungjawab sejarah itu. Kita yakin usaha kita untuk mengamalkan Pancasila melalui berbagai gerakan yang sudah, sedang dan akan kita rancang, adalah satu satu bentuk tanggung jawab sejarah itu. Selamat memasuki masa Prapaskah.
Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda sekalian, keluarga dan komunitas Anda.
Jakarta,
Februari 2017
+ I. Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta